Pencatatan Penyalahgunaan Laporan keuangan.
Secara
sederhana kata fraud, penipuan yang disengaja (intentional deception),
kebohongan (lying), curang (cheating), dan pencurian (stealing)
adalah kata-kata yang saling bersinonim meskipun pemahamannya bisa berbeda-beda
tergantung konteks kasus yang terjadi. Penipuan yang disengaja bisa disebut fraud
ketika seorang pegawai dengan sengaja me-mark-up pengadaan barang dan
jasa dalam instansi pemerintah untuk kepentingan pribadinya. Kebohongan bisa
disebut fraud ketika pegawai sengaja tidak melaporkan transaksi
akuntansi yang terjadi demi mengeruk keuntungan. Kecurangan disebut fraud
ketika pegawai sengaja memanipulasi laporan keuangan entitas agar laporan
keuangan terlihat “indah”. Kecurangan ini biasa disebut fraudulent financial
reporting atau kecurangan dalam pelaporan keuangan. Pencurian disebut fraud
ketika seorang pegawai dengan sengaja mencuri kas atau persediaan
perusahaan dengan berbagai cara kemudian memanipulasi dokumen-dokumen untuk
menghilangkan bukti kejahatannya. Bentuk kecurangan ini lebih dikenal dengan missappropriation
of assets atau penyalahgunaan aktiva. Kasus-kasus fraudulent financial
reporting dan missappropriation of assets ini merupakan kasus fraud
yang umum terjadi baik di entitas swasta maupun pemerintah.
Contoh fraud
atas kas yang paling umum di dunia bisnis adalah lapping dan kitting.
Secara sederhana lapping didefinisikan sebagai suatu cara
penggelapan uang kas dengan cara mengundur-undur pencatatan penerimaan kas,
pada dasarnya adalah tindak penipuan yang dilakukan seseorang dengan tujuan
menyamarkan penyalahgunaan dana, pada umumnya dana yang dibayarkan klien /
nasabah perusahaan terkait. Penyamaran dilakukan dengan menutup kekurangan dana
pada account nasabah pertama dengan menggunakan dana dari nasabah lain yang
melakukan pembayaran tepat setelah nasabah pertama. Akibatnya pada laporan
akunting terlihat adanya kekurangan pada account nasabah kedua (padahal
semestinya sudah dilakukan pembayaran penuh).
Hal ini dapat dilakukan untuk waktu yang tidak
terlalu lama, dan mungkin juga dapat dilakukan untuk waktu yang sangat lama.
Sedangkan kitting merupakan suatu jenis penyelewengan
dengan cara tidak mencatat pembayaran tetapi mencatat penyetorannya dalam hal
melakukan transfer bank, contoh bila pada rekening bank dari satu
bagian/divisi dari suatu kelompok perusahaan yang sama, terjadi penarikan cek
pada tanggal jatuh tempo milik bagian lain dari perusahaan tersebut tetapi
dicatat dalam buku besar bagian pertama sebagai pengeluaran yang terjadi
setelah tanggal jatuh tempo. Misalnya korporasi A punya 2 anak perusahaan B
& C. Penarikan cek dilakukan atas rekening C, tetapi tercatat sebagai
pengeluaran di buku besar rekening B. Jadi dalam korporasi A tersebut
perputaran dana seolah-olah seimbang karena kedua anak perusahaan saling
menutupi.
Disamping itu kitting juga dapat
dilakukan dengan cara “window dressing”. Yang dimaksud dengan Window dressing adalah manuver
yang seringkali dilakukan oleh perusahaan, bank, reksadana dll, pada akhir periode akuntansi untuk
membuat para pemegang saham dan pemangku
kepentingan lain terkesan dengan menyajikan laporan keuangan
yang lebih baik dari pada kondisi sebenarnya. whistle
blower adalah pihak yang mengetahui dan melaporkan tindak
pidana tertentu dan bukan merupakan bagian dari pelaku kejahatan yang
dilaporkannya. Sedangkan justice
collaborator merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu,
mengakui yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta
memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan.Jadi keadaan kas
yang sebenarnya tidak baik (kekurangan kas) dibuat menjadi lebih baik dengan
menaikkan posisi atau nilai kas tersebut dari keadaan yang sebenarnya. Dengan
demikian, akibat dari usaha penyelewengan tersebut maka penyediaan dan
penggunaan kas pada perusahaan menjadi tidak efektif dan efisien.
Sedangkan
dalam Standar Auditing yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen
Akuntan Publik (IAI-KAP) fraud diterjemahkan sebagai kecurangan. Dalam
kaitannya dengan pelaporan keuangan, auditor berkepentingan untuk menguji
apakah suatu tindakan yang mengancung fraud mengakibatkan salah saji (misstatement)
dalam pelaporan keuangan.
Penyebab terjadinya kecurangan
J.S.R. Veneble dan KW impley dalam buku “internal audit” (1988, hal 424)
mengemukakan bahwa :
Penyebab utama :
1.
Penyembunyian : kesempatan
tidak terdeteksi. Pelaku perlu menilai kemungkinan dari terdeteksi dan hukuman
sebagai akibatnya.
2.
Kesempatan/peluang : pelaku
perlu berada pada tempat yang tepat, waktu yang tepat agar mendapatkan
keuntungan atas kelemahan khusus dalam system.
3.
Motivasi : pelaku membutuhkan
motivasi untuk melakukan aktivitas demikian suatu kebutuhan pribadi kerusakam,
kerakusan dan motivator lainnya.
4.
Daya tarik : sasaran dari
kecurangan yang perlu dipertimbangkan perlu menarik bagi pelaku.
Penyebab skunder :
1.
“A Perk” : kurang
pengendalian, mengambil keuntungan aktiva organisasi dipertimbangkan sebagai
untuk tunjangan karyawan.
2.
Hubungan antara pemberi
kerja/pekerja yang jelek : yaitu saling kepercayaan dan penghargaan telah
gagal.
3.
Pembalasan dendam :
ketidaksukaan yang hebat terhadap organisasi dapat menyebabkan pelaku berusaha
merugikan organisasi tersebut.
4.
Tantangan : karyawan yang
bosan dengan lingkungan kerja, mereka dapat mancari stimulasi dengan berusaha
untuk memukul system.
Berikut ini
contoh dari yang mengungkapkan ketidakberesan :
v
Modal kerja yang tidak cukup.
v
Perputaran yang cepat dalam
posisi keuangan.
v
Penggunaan procuremen
pemasokan sendiri.
v
Biaya perjalan yang
berlebihan.
v
Pemindahan dana antara
perusahaan afiliasi dengan divisi.
v
Perubahan auditor luar.
v
Biaya konsulatan atau honor
legal yang berlebihan.
v
Benturan kepentingan.
v
Kekurangan yang tidak dapat
dijelaskan dalam aktiva fisik.
v
Penurunan dalam kinerja.
v
Pengendalian manajemen oleh
sedikit individual.
v
Kesulitan penagihan.
v
Banyak akun Bank.
v
Laporan yang terlambat.
Kondisi-kondisi
mengenai kejadian-kejadian yang dapat menandai adanya kecurangan menurut
American Institute Certified Public Accountans pada tahun 1979 :
v Kemerosotan dari mutu pendapatan yang dibuktikan oleh
penurunan volume atau mutu penjualan.
v Kondisi usaha yang menciptakan tekanan yang tidak
biasa seperti modal kerja yang tidak memadai dan ekspansi yang cepat dari suatu
produk.
v Struktur korporat yang rumit.
v Lokasi usaha yang menyebar secara luas oleh menejemen
yang didesentralisasi secara ketat dengan system pelaporang tanggung jawab yang
tidak memadai.
v Tingakt perputaran yang tinggi dalam posisi keuangan
yang penting.
v Sering terjadi perubahan auditor.
v Kelemahan material yang diketahui pengendalian intern
yang dapat secara praktis dikoreksi tapi tidak diperbaiki seperti akses
terhadap peralatan komputer yang tidak cukup dikendalikan.
v Pengumuman yang terlalu cepat atau pengharapan masa
depan yang positif.
v Transaksi yang besar yang tidak biasa, khususnya pada
akhir tahun dengan pengaruh oleh material atau pendapatan.
Namun
berguna untuk menyebutkan satu demi satu tipe kecurangan umum :
v Tidak mencatat pendapatan : apabila seorang karyawan mempunyai
pengendalian atas penjualan dan penagihan kas secara relatif adalah lebih mudah
mengantongi kas tanpa mencatat penjualan.
v Pengalihan sekuritas : hal ini terjadi dalam suatu
situasi yaitu terdapat akses yang tidak diotorisasi.
v Pemalsuan dokumen pengeluaran : pengeluaran kas dapat
didukung oleh dokumen yang palsu.
v Pembayaran untuk biaya pribadi : biaya lain uang
sifatnya pribadi dapat disampaikan, yang tidak diotorisasi oleh perusahaan.
v Penyalahgunaan dana kas kecil : dana kas kecil dapat
digunakan untuk pribadi yang tidak diotorisasi.
v Potongan yang berlebihan kepada pelanggan.
v Sogokan atau korupsi lain : pembayaran untuk
mendapatkan usaha dapat dilakukan pejabat luar negri.
Tanggung
jawab pemeriksan intern dalam area pengendalian kecurangan dalam prinsip dapat diikhtisiarkan :
1. Dalam penelaan system untuk membantu sejauhmana
menilai pencegahan dan penemuan kecurangan diberikan pertimbangan yang wajar
bersama dengan tujuan operasional yang lain.
2. Berjaga-jaga terhadap kemungkinan kecurangan dalam
penelaan aktivitas operasi yang dilakukan oleh personil organisasi termasuk
penilaian yang kontruktif tentang kemampuan manajerial.
3. Melaksanakan penugasan khusus yang berhubungan dengan
kecurangan apabila diminta oleh anggota organisasi pertanggungjawaban.
Menurut statement on auditing standards (SAS) No 1,
pertanggungjawaban dari auditor independent untuk kegagalan mendeteksi
kecurangan (yang tanggungjawabnya berbeda dengan seperti klien dari pihak lain)
timbul hanya apabila kegagalan tersebut secara jelas berakibat dari
ketidaktaatan terhadap standar auditing yang berlaku. Karena litigasi yang
meningkat terhadap akuntan dan perhatian auditor eksternal bahwa mungkin terjadi kesalahan
dalam pernyataan material sebagai hasil dari kecurangan. Dengan demikian
pernyataan ini mensyaratkan auditor khususnya mencari ketidakberesan yang
mempunyai suatu pengaruh material atas laporang keuangan. Perubahan penekanan
diatas oleh auditor eksternal pada gilirannya membantu membereskan auditor
intern dari tanggungjawab langsung terhadap kecurangan dalam organisasi.
Contoh kasus :
Laporan
keuangan dapat berfungsi sebagai sarana untuk melakukan kecurangan atau
"fraud", kata Tenaga Ahli BPK-RI Bidang Pengembangan Profesi Akuntan
dan Peningkatan Kualitas Pemeriksaan Prof Dr Ilya Avianti di Bandung, Jumat. "Kecurangan atau fraud laporan keuangan memang jarang terjadi bila
dibandingkan korupsi dan penyalahgunaan aset, akan tetapi kerugian yang
ditimbulkan fraud laporan keuangan lebih besar," kata Ilya di sela-sela
orasi ilmiahnya pada penerimaan jabatan Guru Besar Ilmu Akuntansi Fakultas
Ekonomi Unpad di Graha Sanusi Harjadinata, Unpad. Ilya menyebutkan, terdapat tiga kategori kecurangan umum terjadi di sektor
pemerintahan yakni kecurangan terkait penyusunan anggaran, kecurangan mekanisme
penggunaan anggaran dan kecurangan melalui laporan keuangan yang direkayasa. "Ketiga kecurangan itu terjadi karena lemahnya peraturan dan
perundangan yang berlaku serta keterbatasan kemampuan SDM pemerintah,"
katanya.
Dalam orasinya yang bertema "Transaction Fraud pada Laporan Keuangan sebagai Salah Satu Modus Operandi Tindak Pidana Korupsi" Ilya mengungkapkan kecurangan di sektor pemerintahan juga dilakukan pada relokasi mata anggaran belanja, tidak mencatat transaksi pendapatan, mencatat transaksi palsu dan melakukan aktiva yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Praktik fraud di Indonesia, menurut dia terjadi sejak Indonesia merdeka yang lebih dikenal dengan istilah korupsi.
Gejala yang terjadi di Indonesia adalah kombinasi antara penyalahgunaan kekuasaan atas aktiva negara untuk kepentingan pegawai dan pejabat negara.
"Kecurangan dilakukan dengan adanya transaksi fiktif dan hilangnya aset negara yang dikubur dalam laporan keuangan yang direkayasa dan didukung dengan dokumen palsu," katanya. Sementara itu kelemahan penegak hukum, katanya, pada gilirannya digunakan sebagai alat pembenaran atas terjadinya fraud dan rekayasa laporan keuangan.
Guna
mengatasi laporan keuangan yang sarat fraud, kata dia perlu dilakukan
meningkatkan perhatian dalam menyikapi keandalan dokumen yang menjadi dasar
penyusunan laporan keuangan, law enforcement yang cukup memadai untuk menjerat
pelaku pemalsuan dokumen dan pelaku bisnis fiktif. "Juga punishment yang menimbulkan efek jera bagi pelaku
kecurangan," kata wanita kelahiran Bandung 12 Juli 1959 itu.Dalam orasinya yang bertema "Transaction Fraud pada Laporan Keuangan sebagai Salah Satu Modus Operandi Tindak Pidana Korupsi" Ilya mengungkapkan kecurangan di sektor pemerintahan juga dilakukan pada relokasi mata anggaran belanja, tidak mencatat transaksi pendapatan, mencatat transaksi palsu dan melakukan aktiva yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Praktik fraud di Indonesia, menurut dia terjadi sejak Indonesia merdeka yang lebih dikenal dengan istilah korupsi.
Gejala yang terjadi di Indonesia adalah kombinasi antara penyalahgunaan kekuasaan atas aktiva negara untuk kepentingan pegawai dan pejabat negara.
"Kecurangan dilakukan dengan adanya transaksi fiktif dan hilangnya aset negara yang dikubur dalam laporan keuangan yang direkayasa dan didukung dengan dokumen palsu," katanya. Sementara itu kelemahan penegak hukum, katanya, pada gilirannya digunakan sebagai alat pembenaran atas terjadinya fraud dan rekayasa laporan keuangan.
Ia menyebutkan, perlu ada peran akuntan untuk menyempurnakan standar auditing sesuai dengan SAS 99 dan ISA 204 serta memberikan tanggung jawab kepada auditor untuk penaksiran kemungkinan adanya fraud dan kemungkinan adanya "fraudulent financial statement". "Peran akuntan pendidik juga perlu untuk menyempurnakan silabi auditing dengan teknik-teknik pendeteksian fraud Dalam transaksi keuangan," ucapnya.(*)
refrensi : http://kegiatanstudi.blogspot.com/2013/05/pencatatan-penyalahgunaan-laporan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar